KARYA ILMIAH USAHA KAIN TENUN KHAS BIMA (NTB)

USAHA KAIN TENUN KHAS BIMA






NAMA : MUHAMMAD AGA KHAN
                      N.I.M   : 17.94.0033                                               







KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir dari kuliah Bisnis di http://www.amikom.ac.id/

Dorongan dari orang tua saya dan juga tidak lupa dukungan dari teman-teman saya yang begitu besar sehingga saya bias menyelesaikan tugas karya ilmiah lingkungan bisnis ini dengan tepat waktu. Sehingga saya mengucapkan banyak terimakasih untuk semuanya.

Saya sadar bahwa karya ilmiah Usaha Kain Tenun Khas Bima ini, masih jauh dari sempurna, maka saran dan kritik yang membangun dari pembaca amatlah saya harapkan demi sempurnanya karya ilmiah Usaha Kain Tenun Khas Bima ini. Semoga karya ilmiah lingkungan bisnis ini dapat bermanfaat dan dipakai sebagai bahan referensi yang dapat memberikan wawasan luas dalam bisnis.http://www.amikom.ac.id/



YOGYAKARTA,14 SEPTEMBER 2017


Penyusun                 


MUHAMMAD AGA KHAN







BAB I
PENDAHULUAN


A.Abstrak

Identitas suatu budaya dapat beragam bentuk dan jenis dengan keunikan dan kearifan lokalnya masing-masing. Salah satu dari sekian banyak bentuk budaya khas Nusantara adalah ragam tenunan.  Kain tenun mbojo, misalnya, merupakan kain tenun khas asal daerah Bima dan beberapa daerah di sekitar Gunung Tambora, kepulauan Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat.
  
   Kain tenun mbojo telah dikenal sejak dahulu sebagai tenunan Kerajaan Bima, yaitu salah satu Kerajaan Islam yang tersohor di Nusantara bagian Timur. Oleh karenanya, keberadaan kain ini tidak lepas dari sejarah perkembangan Islam pada masa itu.


          Kain Tenunan merupakan kain khas Bima yang di buat oleh tangan-tangan trampil dari para wanita dan gadis Bima yang tentunya memiliki keindahan corak dan warna yang memukau hati. Proses pembuatan yang sangat alami menghasilkan kain yang lembut dan nyaman untuk dipakai. Untuk menghasilkan kain yang indah dan benang yang berkualitas juga kuat maka harus di celupkan kedalam "Oi Ncidi" (cairan kental dari hasil menanak nasi), pekerjaan itu di sebut "ngoha" kemudian benang di jemur atau diangin-anginkan dengan "Langgiri" yaitu sebuah alat yang berbentuk kipas pesawat.

              



BAB II
PEMBAHASAN


    Kerajinan Tenun
Tenun merupakan salah satu seni budaya kain tradisional lndonesia yang diproduksi di berbagai wilayah di seluruh Nusantara (Sumatera, Kalimantan, Bali, Sulawesi, lombok, Sumbawa, dan lainya. Tenun memiliki makna, nilai sejarah, dan teknik yang tinggi dari segi warna, motif, dan jenis bahan serta benang yang digunakan dan tiap daerah memiliki ciri khas masing-masing. Tenun sebagai salah satu warisan budaya tinggi (heritage) merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, dan mencerminkan jati diri bangsa. Oleh sebab itu, tenun baik dari segi teknik produksi, desain dan produk yang dihasilkan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, serta dimasyarakatkan kembali penggunaannya.
Mungkin selama ini kita lebih mengenal batik sebagai wakil bangsa atas keelokan Indonesia dalam menciptakan kain. Padahal masih ada satu lagi kain hasil karya perajin Indonesia yang tidak kalah cantik dan menawan, yaitu tenun.
Terkait dengan banyaknya daerah yang menjadi produsen tenun, keberagaman motif tidak perlu dipertanyakan. Adanya perbedaan latar belakang budaya dan lingkungan, akan menciptakan keunikan hasil tenun pada setiap daerah.
Teknik pembuatan yang menggunakan ATBM [Alat Tenun Bukan Mesin] membuat kualitas dari kain tenun Indonesia tidak perlu dipertanyakan. Dari sana dapat dipastikan pada tahun-tahun ke depan, respon pasar untuk tenun Indonesia akan bersaing dengan batik.




Secara garis besar jenis dan fungsi kain tenun dari Bima dapat dibagi dalam empat kelompok yaitu, Tembe (Sarung), Sambolo (Destar), Weri (sejenis ikat pinggang) dan Baju Mbojo. .

A.    Tembe (Sarung)
Tembe merupakan barang unggulan yang dihasilkan oleh para penenun. Selain untuk
diperjualkan oleh masyarakat lokal, juga menjadi salah satu jenis barang yang laris dalam perdagangan Nusantara, terutama pada era Kesultanan sampai dengan Tahun 1960-an. Berdasarkan jenis dan fungsinya Tembe dapat dibagi sebagai berikut;
1.      Tembe Songke (Sarung Songket)
Bahan baku Tembe termasuk motif pada umumnya didatangkan dari luar daerah. Pada masa Kesultanan para pedagang Mbojo, membeli benang untuk Tembe Songke dari Malaka (Malaysia) dan Dana Bara (Singapura). Selain itu  mereka membeli berbagai jenis kain dan asesoris untuk bahan baju adat.
Pada umumnya “Dana” (warna dasar) Tembe Songke berwarna merah hati, coklat dan hitam dengan motif garis-garis kecil dipadukan dengan motif Bunga Samobo, Bunga Satako, Pado Waji dan Kakando, diperindah dengan hiasan benang emas dan perak.
Fungsi utama Tembe Songke adalah untuk dipakai oleh kaum wanita ketika mengikuti upacara adat dan upacara keagamaan. Idealnya Tembe Songke tidak boleh dipakai dalam kehidupan sehari-hari.



2.      Tembe Kafa Na’e
Tembe Kafa Na’e (sarung dari benang besar) dalam pengertian, sarung yang ditenun dari benang asli dibuat oleh para penenun sendiri. Bukan benang berasal dari luar seperti Tembe Songke.
Berdasarkan motifnya, Tembe Kafa Na’e dapat dibagi dalam beberapa jenis :
a. Tembe Bali Mpida
Bermotif garis-garis lurus kecil, yang akan membentuk kotak-kotak segi empat ukuran kecil. Karena itu Tembe Kafa Na’e diberi nama “Tembe Bali Mpida” (bermotif garis kecil). Warna dasar (Dana), ada yang hitam, coklat dan putih. Khusus “Tembe Sambea Kai” (sarung untuk sholat), harus berwarna dasar putih (Dana Lanta).


b. Tembe Bali Lomba
Adalah Tembe Kafa Na’e yang motifnya berupa garis-garis lurus yang besar dan akan membentuk kotak-kotak yang besar pula. Dana (warna dasar) sama dengan warna dasar Tembe Bali Mpida.
c. Tembe Me’e (Sarung Hitam)
Tembe Me’e termasuk jenis Tembe Kafa Na’e yang warna dasarnya Me’e (Hitam) tanpa motif. Sesuai dengan daerah atau Desa asal, Tembe Me’e terdiri dari tiga macam:
1.      Tembe Me’e Ntonggu, berasal dari Desa Ntonggu Kecamatan Palibelo.
2.      Tembe Me’e Wera, berasal dari Desa Nunggi Tawali dan Desa lain di Kecamatan Wera.
3.      Tembe Me’e Donggo, hasil tenunan kaum wanita Donggo Ipa di Kecamatan Donggo.
Warna me’e dibuat dari bahan lokal yaitu dari daun tumbuhan perdu yang oleh masyarakat disebut “Fu’u Dau” (Pohon Dau).
Jenis Tembe Kafa Na’e sudah langka, karena itu harganya mahal, terutama Tembe Me’e.


d.      Tembe Nggoli
Tembe Nggoli mulai dikenal oleh masyarakat sekitar Tahun 1970-an. Sebenarnya proses pembuatan serta motif dan warna dasar sama dengan Tembe Kafa Na’e. Yang membedakannya adalah benang yang dipergunakan. Kalau Tembe Kafa Na’e ditenun dari benang asli Mbojo, sedangkan Tembe Nggoli ditenun dari benang buatan pabrik, berbentuk gulungan oleh masyarakat benang itu disebut “Kafa Nggoli” (Benang Nggoli). Tembe yang bahan bakunya dari Kafa Nggoli populer dengan nama “Tembe Nggoli”.
Keistimewaanya Tembe Nggoli antara lain:
* Hangat
* Halus dan lembut
* Tidak mudah kusut
* Warna cemerlang lebih lama


B.     Sambolo (Destar)
Sambolo sejenis ikat kepala tradisional Mbojo, untuk kaum laki-laki. Pada masa lalu merupakan hasil tenun unggulan setelah Tembe. Mulai usia remaja, kaum laki-laki wajib memakai Sambolo, bila tidak dianggap melanggar adat.
Warna dasar Sambolo hampir sama dengan Tembe Songke, ada merah hati, coklat dan kuning. Dipadukan dengan motif Bunga Satako, Pado Waji dan Kakando. Karena warna dan motif sambolo hampir sama dengan dengan Tembe Songke, maka dinamakan “Sambolo Songke”.
Sekitar Tahun 1950-an, muncul Sambolo jenis baru dibawa oleh para pedagang hewan (kuda) yang pulang dari Jawa Timur (Pasuruan, Probolinggo). Bahannya dari batik, cara memakainya sama dengan memakai blankon Jawa.  Sambolo motif Jawa itu oleh masyarakat diberi nama “Sambolo Bate” (Sambolo Batik). Tetapi kurang digemari oleh masyarakat lokal.


C.    Weri  (Ikat Pinggang) dari Malanta Salolo
Ikat pinggang lokal Mbojo dengan warna kuning, merah hati atau coklat dengan motif Pado Waji, Kakando dan Bunga Satako.
Malanta Salolo, yaitu kain putih tanpa motif, ditenun khusus untuk bahan Salolo atau kain kafan.
D.    Baju Mbojo
Sekitar tahun 1980-an, para penenun berhasil menambah koleksi hasil karya mereka, dengan menampilkan bahan baju, yang dikenal dengan “baju Mbojo”.
Bahan baju itu tetap tampil dengan warna dasar dan motif Mbojo, dikombinasikan dengan motif-motif baru yang tidak bertentangan dengan nilai dan norma adat. Warna merah tua, biru, coklat dan hijau tetap menjadi warna dasar. Dipadukan dengan Motif Bunga Samobo, Bunga Satako, Pado Waji dan Kakando sehingga produksi baru itu tetap berwajah Mbojo.
Kehadiran Baju Mbojo, mendapat sambutan positif dari masyarakat, terutama golongan menengah ke atas. Pemerintah Daerah menganjurkan kepada seluruh lapisan masyarakat agar mencintai Baju Mbojo. Sayang bagi masyarakat lapisan bawah, sulit untuk menikmati atau memakai Baju Mbojo, karena harganya cukup mahal, tidak terjangkau oleh penghasilan mereka yang pas-pasan. Faktor harga ini pula yang menyebabkan Baju Mbojo kalah bersaing dengan jenis baju yang harganya jauh lebih murah.(Mengenal Alat Tenun Bima-Dompu, m. hilir ismail dan alan Malingi).





BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Dari contoh – contoh Kain Tenun Khas Bima di atas bahwa peluang bisnis Kain Tenun Khas Bima itu bisa sangat menjanjikan untuk membuka suatu usaha penjualan Kain Tenun Khas Bima.Mungkin selama ini kita lebih mengenal batik sebagai wakil bangsa atas keelokan Indonesia dalam menciptakan kain.Lewat karya ilmiah yang cukup sederhana ini saya ingin memperkenalkan kain tenun Khas Bima yang tak kalah cantik dan menawan,yaitu kain Tenun Khas Bima.Demikianlah karya ilmiah ini saya tutup,bila ada kesalahan mohon dimaafkan.Terimakasih untuk Universitas AMIKOM Yogyakarta tercintav ^-^  http://www.amikom.ac.id/

 "Budayakan Membaca"





B. REFERENSI
 *https://mataramweb.com/kain-tenun-bima.html
 *http://web.bimacenter.com/search/label/Khas
 *https://sarangge.wordpress.com/2011/09/16/tembe-sarung-bima-dompu/
 *https://fitinline.com/article/read/4-macam-sarung-tenun-khas-bima/
 *https://alanmalingi.wordpress.com/2011/04/27/jenis-dan-fungsi-tenunan-mbojo/
 *http://www.amikom.ac.id/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karya Ilmiah Peluang Bisnis

Karya Ilmiah Lingkungan Ekonomi Peluang Bisnis Online